Enemy Front Jujur aja, waktu pertama kali denger nama Enemy Front, ekspektasi saya nggak tinggi-tinggi amat. Game ini sempat luput dari radar saya, soalnya waktu rilisnya dulu tahun 2014. Tapi karena saya penggemar game bertema Perang Dunia II, akhirnya saya coba juga—dan ternyata, saya lumayan kaget.
Game ini dikembangkan oleh CI Games. Yap, studio yang juga bikin Sniper: Ghost Warrior. Mereka bawa pendekatan yang agak beda di Enemy Front ini. Alih-alih hanya fokus ke aksi tembak-tembakan frontal, game ini kasih ruang buat stealth dan taktik. Itu sih yang langsung bikin saya penasaran waktu mulai misi pertama. Jika kalian penasaran dengan game ini kalian bisa download di sini
Yang Bikin Enemy Front Berbeda dari Game FPS Lain
Contents [hide]
- 1 Yang Bikin Enemy Front Berbeda dari Game FPS Lain
- 1.1 Grafik dan Suasana: Ada Kelemahan, Tapi Tetap Menarik
- 1.2 Gaya Bermain: Mau Seruduk atau Diam-Diam? Pilihan di Tanganmu
- 1.3 AI Musuh: Lumayan Pintar, Tapi Kadang Nggak Konsisten
- 1.4 Senjata dan Peralatan: Terasa Autentik Tapi Kurang Variasi
- 1.5 Misi dan Level Design: Fleksibel Tapi Kadang Repetitif
- 1.6 Multiplayer: Fitur yang Sayangnya Terabaikan
- 1.7 Glitch dan Bug: Mengganggu Tapi Kadang Lucu
- 1.8 Tips Bermain Enemy Front Buat Pemula
- 1.9 Kenapa Saya Tetap Rekomendasikan Enemy Front?
- 1.10 Enemy Front Itu Game Underrated yang Layak Dicoba
- 2 Author
Salah satu hal pertama yang langsung terasa beda adalah latarnya. Kalau kebanyakan game perang ngambil latar Normandy atau Afrika Utara, Enemy Front justru fokus ke Eropa Timur. Kita mainin karakter jurnalis perang Amerika yang ikut terlibat dalam berbagai perlawanan lokal di Polandia, Prancis, dan Norwegia. Nah, pendekatan ini bikin ceritanya terasa lebih personal dan emosional.
Menurut saya, ini salah satu kekuatan utama Enemy Front. Cerita-cerita pemberontakan lokal yang jarang dieksplorasi bikin saya lebih terhubung sama karakter-karakternya. Ditambah lagi, game ini banyak menampilkan momen-momen heroik yang sebenarnya gak kalah intens dibanding film perang sekalipun.
Grafik dan Suasana: Ada Kelemahan, Tapi Tetap Menarik
Saya gak bakal bohong—grafiknya memang agak ketinggalan zaman kalau dibanding game modern. Tapi waktu itu, CryEngine yang dipakai cukup impresif. Lingkungannya luas, pencahayaan alami, dan efek suara tembakannya cukup bikin jantung deg-degan. Ada kekurangan dari sisi animasi dan detail karakter sih, tapi saya pribadi bisa maklum, mengingat game ini bukan dari studio AAA.
Yang saya suka banget adalah desain lingkungan. Hutan-hutan Eropa, reruntuhan kota, dan area markas musuh terasa hidup. Banyak tempat yang bisa dieksplorasi, dan ini cocok banget buat gaya main stealth yang saya pilih. Jadi, saya bisa keliling dulu, cari jalan aman, sebelum nembak satu peluru pun.
Gaya Bermain: Mau Seruduk atau Diam-Diam? Pilihan di Tanganmu
Nah, inilah bagian favorit saya. Enemy Front kasih kebebasan penuh ke pemain. Mau jadi Rambo dan seruduk semua musuh, atau mau diam-diam ala Solid Snake, dua-duanya bisa. Saya sempat nyobain dua gaya itu, dan hasilnya benar-benar beda.
Pas saya coba stealth, rasanya tegang tapi seru. Saya harus perhatiin pergerakan patroli, matiin lampu, dan ngumpet di balik tembok. Tapi ya, kadang saya juga gagal. Pernah sekali, saya niatnya mau tusuk satu musuh dari belakang, eh ternyata dia nengok. Langsung deh baku tembak dan saya panik total. Tapi justru momen kayak gitu yang bikin game ini terasa hidup.
AI Musuh: Lumayan Pintar, Tapi Kadang Nggak Konsisten
Oke, ini bagian yang agak bikin frustrasi. AI musuh di Enemy Front tuh… ya, 50:50. Kadang mereka bisa pintar banget. Misalnya, waktu saya ketahuan, mereka bisa cari posisi saya dengan cukup akurat dan nge-flank dari sisi. Tapi, di momen lain, saya bisa nembak satu musuh tepat di depan temannya, dan dia gak bereaksi sama sekali. Ini agak ganggu immersion sih, apalagi kalau kita lagi main serius.
Namun, AI yang gak konsisten ini juga bikin game terasa unpredictable. Jadi kita gak bisa bener-bener santai. Bahkan kadang musuh bisa datang dari tempat yang gak terduga, bikin kita harus selalu siap.
Senjata dan Peralatan: Terasa Autentik Tapi Kurang Variasi
Salah satu aspek penting dalam game perang tentu senjatanya. Di Enemy Front, kita bisa pakai berbagai senjata klasik kayak M1 Garand, Kar98k, hingga Thompson. Rasanya cukup autentik, dengan recoil dan suara yang mendekati kenyataan. Tapi menurut saya, variasi senjatanya kurang banyak.
Setelah beberapa misi, saya mulai merasa pakai senjata yang sama terus. Beberapa kali saya berharap ada upgrade atau customisasi, tapi fitur itu terbatas. Walau begitu, sniper rifle di game ini sangat memuaskan—khususnya buat saya yang suka diam-diam dari kejauhan.
Misi dan Level Design: Fleksibel Tapi Kadang Repetitif
Enemy Front punya banyak misi menarik, dari menyabotase rel kereta, menyusup ke markas musuh, sampai mengevakuasi tawanan. Tapi, saya merasa ada beberapa misi yang strukturnya agak mirip. Misalnya, jalur masuk dan keluar di beberapa map terasa “template”. Untungnya, pendekatan stealth dan aksi bisa dipilih ulang, jadi masih bisa eksperimen.
Hal yang saya pelajari: penting banget buat eksplorasi. Jangan langsung ikuti objective utama. Kadang ada jalur tersembunyi, alat bantu, bahkan informasi intel yang berguna. Pengalaman saya berubah jauh lebih seru sejak saya mulai lebih sabar dan nggak buru-buru menyelesaikan misi.
Multiplayer: Fitur yang Sayangnya Terabaikan
Saya sempat coba multiplayer Enemy Front, tapi sayangnya, player base-nya sudah sepi. Padahal, dulu waktu awal rilis, fitur ini punya potensi. Mode deathmatch dan team-based combat-nya lumayan intens. Tapi karena sekarang udah susah cari lawan, rasanya fitur ini jadi sia-sia.
Pelajaran yang saya ambil? Kalau mau main game lawas, jangan terlalu berharap sama fitur online-nya. Lebih baik fokus ke mode single-player yang emang jadi kekuatan utama Enemy Front.
Glitch dan Bug: Mengganggu Tapi Kadang Lucu
Nah ini dia, bagian yang cukup bikin kesel tapi kadang juga bikin ketawa. Enemy Front bukan game yang paling mulus. Beberapa kali saya nemu bug di animasi, suara yang ngilang, atau musuh yang stuck di tembok. Tapi anehnya, hal-hal kayak gitu juga bikin game ini berasa lebih “nyata”. Maksudnya, nggak steril.
Saya ingat waktu itu, saya lagi nyelinap di antara dua bangunan. Eh tiba-tiba karakter saya jatuh ke tanah kosong—kayak nge-glitch ke bawah map. Saya sempat kesel banget, tapi juga ngakak sendiri. Untungnya, save system-nya cukup sering, jadi nggak banyak progress yang hilang.
Tips Bermain Enemy Front Buat Pemula
Kalau kamu baru pertama kali main, ini beberapa tips dari saya yang mungkin bisa bantu:
Jangan buru-buru – Coba semua jalur dan nikmati suasana.
Utamakan stealth dulu – Diam-diam bisa jauh lebih efisien dan seru.
Selalu reload dan periksa amunisi – Jangan sampai kehabisan pas lagi seru-serunya.
Manfaatkan lingkungan – Ada banyak barrel meledak, pintu jebakan, dan jalur rahasia.
Save manual sesering mungkin – Karena glitch bisa datang tanpa permisi.
Kenapa Saya Tetap Rekomendasikan Enemy Front?
Meski punya banyak kekurangan, Enemy Front tetap jadi salah satu game perang yang punya tempat spesial buat saya. Pendekatan ceritanya yang menyentuh, kebebasan dalam gameplay, dan atmosfer Eropa Timur yang jarang diangkat membuat pengalaman main terasa beda.
Buat gamer yang suka FPS dengan nuansa taktik, ini bisa jadi opsi alternatif yang menyenangkan. Dan yang paling penting, kita bisa main tanpa harus terhubung ke server online atau beli skin ini-itu. Rasanya lebih “murni”.
Enemy Front Itu Game Underrated yang Layak Dicoba
Sebagai penutup, saya bisa bilang bahwa Enemy Front adalah game yang underrated. Bukan berarti dia sempurna, tapi ada banyak aspek yang bisa dinikmati—terutama kalau kamu suka eksplorasi, stealth, dan cerita sejarah alternatif.
Kalau kamu masih ragu, saya saranin coba aja dulu satu atau dua misi. Rasain sendiri bagaimana suasananya. Dan siapa tahu, kamu juga jadi jatuh hati sama game yang satu ini—seperti saya.
Baca Juga Artikel Berikut: Knives Out: Pengalaman Seru Bertahan Hidup di Medan Tempur Virtual